Hematologi Anak
- Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.
v Etiologi
1. asupan besi yang berkurang pada jenis makanan Fe non-heme, muntah berulang pada bayi, dan pemberian makanan tambahan yang tidak sempurna
2. malabsorpsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM)
3. kehilangan/pengeluaran besi berlebihan pada pendarahan saluran cerna kronik, seperti pada divertikulum meckel, poliposis usus, alergi susu sapi dan infestasi cacing.
4. kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan bayi yang cepat dan anak, infeksi akut berulang, dan infeksi menahun
5. Depo besi yang kurang seperti pada berat badan bayi lahir rendah, kembar.
v Faktor Predisposisi
1. status hematologi wanita hamil
2. Berat badan lahir rendah
3. partus, dimana terjadi kehamilan abnormal dan pengikatan tali pusat terlalu dini.
4. pemberian makanan yang tidak adekuat kerana ketidaktahuan ibu, prilaku pemberian makanan, keadaan sosial dan jenis makanan
5. Infeksi menahun dan infeksi akut berlangsung
v Manifestasi klinis
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit kepala atau iritabel. Pucat terlihat pada mukosa bibir, faring, telapak tangan, dasar kuku dan konjuntiva. Papil lidah atrofil, jantung agak membesar. Tidak ada pembesaran limpa dan hati, serta tidak terdapat iastesis hemoragik.
v Diagnosis
Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi dari anenesis dan secara klinis didapatkan pucat tanpa organomegali, gambaran erotrosit mikrositik hipokron, SI rendah, dan IBC meningkat, tidak terdapat besi pada sumsum tulang, dan beraksi baik terhadap pengobatan dengan preparat besi.
v Penatalaksanaan
1. pengubatan kausal
2. makanan yang adekuat
3. pemberian preparat besi (sulfat ferosus) 3 x 10 mg/kbBB/hari. Agar penyerapannya di usus meningkat diberikan vitamin C, dan ada penembahan protein hewani. Diharapkan kenaikan Hb 1 g/dl setiap 1-2 minggu.
4. tranfusi darah diberikan bila Hb <5 g/dl dan disertai dengan keadaan umum buruk, prinsip pemberiannya makin rendah kadar Hb, makin sedikit, makin lambat, dan makin sering tranfusi darah yang diberikan.
- Anemia Aplastik
Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit bdan trombosit akibat berhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
v Etiologi
1. Faktor kongenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal, dsb.
2. Faktor yang didapat : bahan kimia (benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb), obat, radiasi, faktor individu (alergi, obat,bahan kimia), infeksi (tuberkulosis milier, hepatitis, dll), keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin dan idiopatik.
v Manifestasi klinis
Pucat, lemah, pendarahan, demam, tanpa organomegali.
v Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan sumsum tulang
v Diagnosis banding
Purpura trombositopenia idiopatik (PTI), autoimun trombositopenia purpura (ATP), leukemia akut aleukemik, leukemia stadium praleukemik.
v Penatalaksanaan
1. Tranfusi darah hanya diberikan bila diperlukan karena tranfusi darah yang terlampau sering dapat menekan sumsum tulang atau menyebabkan terjadinya reaksi hemolik.
2. Makanan : disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan lunak.
3. pengobatan infeksi sekunder : anak dirawat diruang isolasi suci hama, pilih antibiotik yang tidak menekan sumsum tulang.
4. Istirahat : untuk mencegah pendarahan, terutama pada otak
5. menghindari bahan kimia yang diduga sebagai penyebab.
3. Leukimai Akut
Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuatan sel darah berupa proliferasi patologis sel hemupoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan danya infiltrasi ke jaraingan tubuh lain.
v Etiologi
Belum diketahui dengan jelas, diduga karena virus.
v Manifestasi klinis
Pucat (mendadak), panas, perdarahan (ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan gusi), hepatomegali, limfedenopati, sakit sendi, sakit tulang, splenumegali, lesi purpura, efusi pleura, kejang pada leukimia sebebral.
v Diagnosis banding
Purpura trombisitopenia Idiopatik (PTI) dan anemia aplistik
v Penatalaksanaan
Tujuan penhgobatan adalah membrantas/eradikasi sel-sel leukimia dengan obat anti leukimia. Prinsip sistem pengobatannya adalah melakukan induksi, konsolidasi, rumatan, dan reinduksi.
1. tranfusi darah diberikan bila Hb <6 g%. Trombosit diberi bila terjadi trombositopenia berat dan perdarahan masif.
2. Kortikosteroid
3. Sitostatik
4. Hindari infeksi sekunder, penderita diisolasi
5. Imunoterapi.
4. Talasemia
Talasemia merupakan penyakit enemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan menjadi telesemia alfa dan beta, dan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.
v Manifestasi klinis
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit tidak ditangani maka tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pe,besaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif.
v Pemeriksaan Penunjang
Anemia biasanya berat, dengan kadar Hb berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis dan hipokromia berat. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan HbH.
v Penatalaksanaan
a. Atasi anemia dengan tranfusi PRC (packed red cell). Tranfusi hanya diberikan bila saat diagnosa Hb <8 g/dl.
b. Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui tranfusi darah.
c. Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru pada talasemia mayor.
d. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberikan dalam dosis kecil (100-250 mg) pada saat dimulainya pemberian kelasi besi dan dihentikan pada saat pemberian kelasi selesai (pemberian vitamin C meningkatkkan efek desfererioksamin)
e. Diberikan asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasaien talasemia, khususnya pada yang jarang mendapat tranfusi darah.
f. Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ seperti jantung, paru, hati, endokrin termaksud kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata dan tulang.
B. Dermatologi
Permukaan kulit normal bereaksi asam (variasi anatar pH 4,5-6,5) dan pada lipatan kulit pH agak tinggi. Keasaman ini timbul karena bahan kimia tertentu dalam sabun, zat handuk dan keringat. Oleh karena itu dikatakan bahwa kulit mempunyai acid mantle. Keasaman ini yang menyebabkan permukaan kulit mempunyai sifat aseptik seperti pada lambung dan vagina. Daerah keasaman berkurang pada daerah intertriginosa (lipatan kulit) menyebabkan daerah tersebut lebih mudah dan sering diserang oleh kuman dan jamur.
Kulit anak teutama bayi berbeda dengan kulit orang dewasa. Anatomi kulit bayi lebih tipis, kornifikasi kurang nyata, rambutnya kurang. Kuantitas keringat dan sebum masih sedikit. Imunilogi kulit belum berkembang seperti orang dewasa. Lesi eksudatif pada anak lebih nyata, misalnya dermatitis atopik.
1. Dermatitis (Ekzema)
Dermatitis adalah kumpulan penyekit dengan tanda-tanda diatas yang diketahui sebabnya.
Ø Penyebab
a. Pada alas karet, plastik, gelang karet, kaos wol, sandal plastik dapat meyebabkan dermatitis kontak.
b. Iritasi kulit. Sari buah seperti air jeruk bahkan air ludah dan ingus yang berlebih dapat menimbulkan iritasi pada kulit bayi.
c. Sabun mandi
d. Perbedaan suhu yang besar
e. Pergesekan kuit karena merangkak diatas lantai atau karpet karena iritasi secara langsung.
f. Faktor makanan dan minuman (dermatitis allergica ab ingestis)
g. Penggunaan obat-obatan (dermatitis medikamentosa)
Ø Pengobatan
Diusahakan mencari dan menghilangkan penyebabnya.
g. Topikal
Diberikan obat yang disesuaikan dengan stadiumnya. Bila masih basah dengan erosi dan kusta, hendaknya diberi kompres, obat mandi dan rendam dengan larutan yang bersifat astringensia atau desinfeksi seperti laritan kalium permanganat 1/10.000, larutan asam tanat 1%, larutan asam borat 3& dan larutan salisilat 1/1.000,
Bila sudah mengering dapat dipakai bedak dengan atau tanpa antipruriginosa seperti R/ mentholi ¼ - ½ %
Bila sudah kering cukup diberikan krim atau salep dengan kortikosteroid topikal.
h. Sistemik
Untuk kasus yang berat dapat diberikan kortikosteroid atau rekalsitran. Pada penderita yang gelisah karena gatal dapat diberikan sedativa dan obat penenang. Antibiotik digunakan pada kasus yang disertai infeksi sekunder, untuk kasus yang sangat kronis, dapat diberikan vitamin A.
2. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah dermatitis dengan gambaran klinis seperti ekzema, dengan perasaan gatal yang sangat mengganggu penderita dan disertai dengan stigmata atopik pada penderita sendiri atau dalam keluarganya.
Stigmata atopik adalah kecendrungan untuk timbulnya iritasi alergika, asam bronkiale, mudah mendapat urtikaria, kepekaan terhadap alergen oritein, rekasi abnormal terhadap perubahan iklim, dapat timbul White dermographisme dan pada anak mungkin tampak katarak juvenis. Pada kulit yang normal digores dengan benda tajam maka akan terjadi ”triple ressponse”; yaitu secara turut-menurut timbul:
a. Garis merah pada tempat yang digores selama 15 menit
b. Warna merah itu menjalar ke daerah sekitar garis itu selama beberapa detik
c. Edema timbul setelah beberapa menit.
Dimaksud deengan white dermagraphisme bila garis merah itu tidak disusul dengan warna kemerahan disekitar garis, melainkan kepucatan selama 2-5 menit. Edema juga tidak timbul.
Berdasarkkan lokalisasi, morfologi dan juga golongan umur, dermatitis atopik dapat dibagi 3 bentuk klinis, yaitu:
1. Bentuk infantil (2 bulan – 2 tahun)
Mula-mula terlihat aritema, papula miliaris, vesikel yang meliputi daerah yang terbatas tegas. Kelainan cepat menjadi aksudatif, arosit kemudian berkopeng. Sering disertai infeksi sekunder. Tempat prediksi ialah pipi (sering disebut melk eczema karena air susu), lipatan sikut dan lipat lutut, biasanya simetris.
2. Bentuk anak (4 – 10 tahun)
Kelainan kulit telah berubah bentuknya dan umumnya sudah tidak aksudatif lagi. Mulai terlihat likenifikasi dan hipopigmentasi dengan papula miliaris. Prediksi pada tengkuk, lipat siku dan lipat lutut.
3. Bentuk dewasa (13 – 30 tahun)
Kelainan kulit selalu sering dengan likenifikasi yang nyata. Predileksi sama dengan bentuk anak.
Ø Diagnosis banding
1. Dermatitis seborieka
2. Neurodermatitis sirkumskripta
3. Dermatitis atau ekzema.
Ø Pengobatan
Orang tua anak yang menderita penyakit ini wajib diyakinkan bahwa penyakit ini tidak berbahaya, ak menular, tetapi sering kambuh dan baru dapat diharapkan hilang kalau anaknya sudah berumur 2 tahun. Masih mungkin timbul lagi usia 4 – 10 tahun dan 13 – 30 tahun. Penjelasan jujur akan memeberikan ketenagan pada diri orang tua. Walaupun demikian dilakukan pengobatan
a. Topikal
Harus diberi kompres basah bila kelainannya arosif-eksudati dan banyak krusta. Bila sudah agak kering dapat digunakan preparat kortokosteroid yang kadang-kadang dicampur dengan vioform atau antibiotik topikal dalam krim. Salep itu hanya digunakan untuk lesi yang sudah kering benar. Pada kasus yang menahun seperti bentuk dewasa, disamping bahan-bahan tersebut diatas, dapat digunakan pula preparat
b. Sitemis
Hendaknya diberi obat sedativa dan penenang untuk menuragi rasa gatal dan gelisah. Sering diberikkan antihistaminnya yang menimbulkan rasa ngatuk seperti fenergan. Bila keadaan tidak berubah dan malah meluas, maka dapat diberikan kortikosteroid untuk pengobatan jangka panjang. Bila ada infeksi sekunder, hendaknya segera diatasi. Diusahakan diberikan makanan yang gizi yang baik dan hendaknya dihindarkan melarang pemberian sesuatu makanan tanpa dasar yang objektif.
Kenyataan yang tidak dapat dibantah ialah sekali penderita menjadi sembuh bila pindah ke tempat lain yang iklimnya berbeda.
3.Dermatitis Seboreika
v Dermatitis seboreika adallah suatu peradangan pada kulit yang biasanya mengenai daerah seborea dan disebabkan keaktifitasannya kelenjar sebaseus yang berlebihan lapisan kulit yang berlapis-lapis pada kepala bayi.
v Dermatitis Seboroika adalah golongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi bertempat pdileksi dite,pat seboroik.
Ø Etiologi
Belum diketahui pasti
Ø Faktor predisposisi
Status seboroik, infeksi pityrosporum ovele, kelelahan, stres emosi.
Ø Menifestasi klinis
a. Ringan (ketombe, dendruff) : lesi berupa eritema, skuama berminyak agak kekuningan, hanya mengenai kulit kepala berupa skuama halus dan kasar, dapat disertai eritema dan krusra tebal. Rambut pada daerah tersebut menpunyai kecendrungan rontok, mulai dibagian verteks dan frontal (alopesia seboroika)
b. Berat : terdapat bercak-bercak dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal, sering meluas kedahi. Glabela, telinga dan leher. Pada dahi batasnya sering cembung.
c. Lebih berat : seluruh kepala tertutup krusta kotor dan berbau tidak sedap pada bayi, skuama yang tidak kekuningan, dapat terjadi blefaritis (pinggir kelopak mata merah disertai skuama halus).
Ø Pengobatan
a. Ringan :
ü Dengan menggosok pelan-pelan kulit kepala dengan minyak sayur, cuci kepala dengan sampo dan kemudian lepaskan dengan menggunakan sisir bergigi halus.
ü Bila mengenai badan maka dapat mengunakan bedak kocok yang mengandung sulfur
b. Berat ;
ü Sistemik : diberikan kortikosteroid (prednisone 20-30 mg)
ü Topikal : pada pitiriasis sika dan aleosa 2-3 x/minggu kulit kepala dikeramasi selama 5-15 menit dengan selenium sulfida (seisun) dalam bentuk sampo/krim. Jika terdapat skuama dan krusta tebal lepaskan.
4. Urtikaria
Reaksi vaskuler terhadap berbagai jenis eritema, yaitu dengan cepat berubah menjadi urtika (lesi makuler yang sembab disertai rasa panas dan gatal).
Ø Noksa eksogen
1. Gigitan seranga
2. Inhalasi : parfum, bulu binatang
3. Fisis : suhu rendah (cold urticaria), suhu tinggi, sinar matahari, trauma tumpul (mengakibatkan terbentuknya asetilkolin)
Ø Nakso endogen
1. Alergi terhadap makanan, biasanya bahan makanan dari laut, kacang dan jamur.
2. Alergi terhadap obat, sering mengakibatkan urtikaria kronik
3. Ptomin yaitu sisa-sisa makanan tertentu
4. Toksin dalam darah.
5. Reaksi terhadap serum atau vaksin dan tranfusi darah.
6. Gangguan emosi.
Ø Tipe akut
Dapat berlangsung dalam 24 jam sampai 10 hari. Timbul secara mendadak dengan rasa gatal, iritasi akibat garukan menimbulkan kumpulan urtuku baru.
Ø Tipe menahun
Penderita hampir setiap hari atau secara tidak teratur selama waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun mengalamai urtikaria (rasa gatal sedikit sekali atau tidak ada). Termaksud dermografisme yaitu timbulnya urtikaria linier, ditempat yang digaruk dan dengan jelas dapat ditimbulkan bila punggung penderita digores dengan benda tumpul.
Selaput lendir dapat terlibat dalam penyakit ini, yaitu dapat terjadi edema lokalisata pada bibir, lidah, kelopak mata, genetalia. Paling berbahaya bila timbul edema glosit karena dapat mengakibatkan strangulasi dan untuk mengatasinya harus dilakukan trakeostomi.
Ø Pengobatan
1. Istirahat, bila erupsi luas sekali
2. Sedativa untuk menenangkan penderita
3. Diet eliminasi, bila diduga penyebabnya bahan makanan tertentu
4. Kalsium IV pada kasus kronik
5. Psikoterapi pada kasus selektif
6. Adrenalin digunakan bila terdapat bahaya edema glosit
7. Antihistamin untuk kasus akut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar