Minggu, 04 Januari 2009

bayi mati mendadak? apakah itu?

BAYI MATI MENDADAK

a. Definisi

Kematian bayi mendadak tidak terduga dan dengan alas an yang tetap tidak jelas, bahkan setelah otopsi,merupakan sara kematian paling utama pada tahun pertama kehidupan setelah masa neonatus. Peristiwa ini menggambarkan sindroma bayi mati mendadak (SIDS =sudden infant death syndrome). Pada kasus yang khas seorang bayi rusia 2-3 bulan yang tampak sehat, di tidurkan tanpa kecurigaan bahwa segala sesuatunya di luar keadaan yang biasa . beberapa waktu kmeudian bayi di temukan meninggal, dan otopsi konvensional gagal menemukan penyebbab kematian. Telah di ungkapkan bahwa bayi tampak sehat sebelum meninggal, tetapi riwayat perinatal yang lebih rinci serta pemeriksaan intensif fungsi kardiorespiratorik dan neurologik menghasilkan bukti-bukti bahwa anak tidak berada dalam keadaan yang normal sebelumnya.

b. Patologi

Diantara berbagai temuan yang telah dilaporkan pada bayi-bayi yang meninggal karena SIDS bahwa pertambahan otot polos arteri paru-paru merupakan hal terpenting. Keadaan ini tidak saja melibatkan dinding muscular arteri pulmonalis yang besar, tetapi meluas ke pembuluh-pembuluh kecil di dekat di dekat alveoli. Temuan ini di anggap sebagai bukti tidak langsung bahwa bayi-bayi dengan SIDS mengalami hipoksia kronik yang menetap. Walawpun demikian, tidak di temukan bukti langsung hipoksia ini. Banyak korban SIDS mengalami retardasi pertumbuhan fisik pasca natal.

c. Patogenesis

Kebingungan mengenai patogenesis SIDS mungkin mencerminkan besarnya perbedaan kenelitian dalam mencari abnormaliyas spesifik setelah kelahiran. Lebih lanjut, SIDS tampaknya mempunyai beberapa etiologi, dan beberapa kondisi langka dapat berwujud seperti SIDS. Misalnya, apnea saat tidur yang memanjang pada masa bayi yang telah di asosiasikan dengan suatu lesi desak ruang ( astrositoma lobus temporalis kiri ), anomaly SSP congenital ( tidak ada korpus kalosum ), dan dengan disfungsi neuromuscular yang menyertai botulismus infantil. Kematian mendadak juga telah di sebabkan cincin vascular, biasanya di dahului oleh tanda-tanda obstruksi saluran nafas atas.

d. Factor-faktor yang mungkin menyebabkan bayi mati mendadak

1. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur telah diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena SIDS dan telah diamati pula adanya obstruksi saluran nafas bagian atas dengan jeda pernafasan serta bradikardia yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS abortif. Walaupun demikian masih belum pasti apakah apnea sentral atau apnea obstruktif yang lebih penting daalam terjadinya SIDS

2. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf pusat.

3. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan dan anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran pernafasan bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di ketahui.

4. Reflek saluran nafas yang hiperreaktif karena masuknya sejumlah cairan ke dalam laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimblkan apnea, maka di berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada beberapa bayi.

5. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan pada jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan saa ini untuk menunjukan bahwa aritmia jantung memainkan perana pada SIDS.

d. Temuan-temuan pada bayi yang kemudian meninggal dunia

Beberapa bayi yang kemudian meninggal karena SIDS telah di pelajari sebelum meninggal. Seorang bayi mempunyai suara tangisan yang bernada tinggi, lebih lemah dari tangisan normal. Yang lain mengalami takikardia dengan variasi dari denyut ke denyut yang kurang normal. Bayi yang lain lagi memperlihatkan frekuensi pernafasan serta penurunan insiden apnea. Dan yang terakhir, seorang bayi labilitas yang lebih tinggi dari normalserta stabilisasi denyut jantung yang lebih buruk.

e. Temuan-temuan pada bayi dengan risiko tinggi SIDS

· Saudara sekandung dari bayi dengan SIDS menurut peneliti :

1. Sekelompok bayi yang merupakan saudara kandung dari bayi-bayi dengan SIDS di jumpai dengan insiden yang meninggi, serta dengan pernafasan periodic yang lebih lama pada saat tidur bila di bandingkan kelompok control atau bayi normal.

2. Peningkatan frekuensi pernafasan dan penurunan insidens jeda pernafasan selama tidur diantara saudara sekandungbayi-bayi dengan SIDS; sampai jeda yang panjang ( lebih dari sepuluh detik ), kelompok terakhir ini tidak dapat dibedakan dari bayi-bayi yang normal.

· Bayi-bayi dengan SIDS abortif atau hampir hilang

Pada suatu kelompok bayi dengan bukti-bukti SIDS abortif atau hamper hilang di temukan dalam keadaan tidak responsif, sianotik, dan apneik, serta mendapat resusitasi dari mulut ke mulut,di temukan bahwa dalam 4 bulan pertama kehidupan bayi-bayi ini memiliki denyut jantung yang lebih cepat. Sedangkan pada kelompok bayi yang hamper hilanh lainnya, peneliti lain menemukan peningkatan frekuensi pada paparan gas dengan tegangan oksigen rendah. Dan pada kelompok bayi yang hamper hilang lainnya, pemeriksaan neurologik yang rinci menemukan abnormalitas tonus otot yang konsisten

f. Diagnosis

Semakin banyak bukti bahwa bayi dengan resiko SIDS mempunyai cacat fisiologik sebelum lahir. Pada neonatus dapat di temukan nilai apgar yang rendah dan abnormalitas control respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh, serta dapat pula mengalami retardasi pertumbuhan pasca natal.

Fraktur klavikula dan perdarahan intrakranial

Fraktur Klavikula


Fraktur Klavikula merupakan cedera yang terjadi oleh trauma pada waktu persalinan.Tulang Klavikula lebih sering patah pada waktu proses persalinan dan Klavikula akan mudah sekali patah jika terjadi kesulitan untuk melahirkan bahu pada presentasi puncak kepala dan dan pada lengan yang terlentang pada kelahiran presentasi bokong.Biasanya bayi tidak meletakkan lengannya secara bebas pada sisi yang mengalami gangguan, krepitasi dan ketidakteraturan tulang dapat diraba dan terkadang ditemukan perubahan warna bagian atas lengan yang mengalami fraktur.Reflek morro tidak ada pada sisi yang mengalami gangguan dan terdapat Spasme Sternokleido Mastoideus disertai hilangnya lengkung supraklavikuler pada sisi fraktura.Pengobatannya adalah Reposisi abduksi 60 derajat, fleksi 90 derajat, dan imobilisasi.Patah tulang pada bayi akan cepat sembuh dalam 7-10 hari.

Perdarahan Intrakranial

. Perdahan Intrakranial merupakan perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Perdarahan Intrakranial meliputi perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral/parenkim dan intraventrikuler. Penatalaksanaan dan penanggulangan Perdarahan Intrakranial masih kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian Perdaran Intrakranial. usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang sebaik-baiknya. Pada umumnya prognosis Perdarahan Intrakranial tidak terlalu menggembirakan.

berikut akan dibahas sekedar insidensi, etiologi, patogenesis, gambaran klinik, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis dan pencegahan Perdarahan Intrakranial yang berkaitan dengan persalinan.

A. INSIDENSI Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi Perdarahan Intrakranial.Holt menemukan pada otopsi bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% Perdarahan Intrakranial. Menurut Saxena 13,1% kematian perinatal oleh Perdarahan Intrakranial. Angka kematian Perdarahan Intrakranial pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan (BCB).

B. ETIOLOGI Trauma kelahiran

1. partus biasa.

-- pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan.

-- disproporsi antara kepala anakdan jalan lahir sehingga terjadi mulase.

2. partus buatan (ekstraksi vakum, cunam).

3. partus presipitatus.

· Bukan trauma kelahiran:

umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan (BKB). Faktor dasar ialah prematuritas dan yang lain merupakan faktor pencetus Perdarahan Intrakranial seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi,juga hiperosmolaritas/hipernatremia Ada pula Perdarahan Intrakranial yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan darah.

C.PATOGENESIS Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/robekan pembuluh-pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor-faktor pencetus (hipoksia/iskemia).

Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis Perdarahan Intrakranial yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater.

Perdarahan subdural lebih sering pada BCB daripada BKB sebab pada BKB vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala-gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun.

Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit.Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor.Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan) Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler.

Dari semua jenis Perdarahan Intrakranial, perdarahan periventrikuler memegang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75--90% perdarahan periventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal ma- triks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler.

D. GAMBARAN KLINIK

Gejala-gejala Perdarahan Intrakranial tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung,oleh riwayat persalinan yang jelas.Gejala-gejala berikut dapat ditemukan :

1. Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada perdarahan subaraknoid.

2. Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus. Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya perdarahan sub-dural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas.

3.Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang ada perdarahan retina, nistagmus dan eksoftalmus

4.Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat

perdarahan dan kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat

berupa serangan diselingi pernapasan normal/takipnea dan

sianosis intermiten.

5. Cephalic cry (menangis merintih).

6. Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular (snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks.

. 7. Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi lambat/cepat, kadang-kadang ada hipotermi yang menetap.Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24--48 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka Perdarahan Intrakranial dapat dipikirkan.

Berdasarkan perjalanan klinik, Perdarahan Intrakranial dapat dibedakan 2 sindrom:

: 1. salutatory syndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa.

2. catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.

E. LABORATORIUM

Pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada Perdarahan intrakranial untuk diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk mencegah komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan likuor berdarah, dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan luasnya perdarahan pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:

-- tanda-tanda anemi posthemoragik

-- analisa gas darah (02 dan CO2)

--gangguan pembekuan darah

F. DIAGNOSIS Lebih jelas, diagnosis Perdarahan Intrakranial ditegakkan berdasarkan :

1. anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas, keadaan bayi sesudah lahir dan gejala-gejala yang mencurigakan.

2. pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda Perdarahan Intrakranial, gejala-gejala

nerologik, fraktur tulang kepala dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial.

3.pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah.

4. pemeriksaan penunjang: CT Scan USG dan foto kepala.

G. PENATALAKSANAAN Diusahakan tindakan dibatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang lebih parah.

1. Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian O2

2. Perlu diobservasi secara cermat:

suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung (bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik

3. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan oksigen.

4. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral.

5. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan.

6. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat

7. Pemberian obat-obatan :

-- valium/luminal bila ada kejang-kejang.

-- kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.

-- antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan.

8. Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks.

9. Tindakan bedah darurat:

Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan

bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat.

10. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhol dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik.

H. PROGNOSIS

. Prognosis Perdarahan Intrakranial bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dana kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak mendapat pertolongan segera.Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang meiputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet.

Pada perdarahan subdural akibat trauma,(menurut Rabe Dkk), hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah.

Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek. Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan.

I. PENCEGAHAHAN Untuk mengurangi terjadinya Perdarahan Intrakranial, yang paling penting ialah pencegahan, yang meliputi pemeriksaan ibu-ibu hamil secara teratur, memberikan pertolongan dan perawatan yang sebaik-baiknya, baik waktu persalinan maupun sesudah anak lahir. Perhatian khusus harus diberikan kepada bayi-bayi prematur (BKB) yaitu mencegah episode asfiksia sebelum dan sesudah persalinan. Dalam hal ini perlu monitoring keadaan bayi intrapartum, resusitasi segera sesudah lahir dan mencegah kemungkinan hipoksia oleh sebab-sebab lain.

Hipotermia dan Hipertermia

HIPOTERMIA

Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

Etiologi dan faktor presipitasi

- Prematuritas

- Asfiksia

- Sepsis

- Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral

- Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran

- Eksposure suhu lingkungan yang dingin

Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia:

a. Hipotermia sedang:

- Kaki teraba dingin

- Kemampuan menghisap lemah

- Tangisan lemah

- Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata

b. Hipotermia berat

- Sama dengan hipotermia sedang

- Pernafasan lambat tidak teratur

- Bunyi jantung lambat

- Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik

c. Stadium lanjut hipotermia

- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang

- Bagian tubuh lainnya pucat

- Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

HIPERTERMIA

Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.

Gejala hipertermia pada bayi baru lahir :

- Suhu tubuh bayi > 37,5 C

- Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit

- Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang

Pengkajian hipotermia & hipertermia

1. Riwayat kehamilan

- Kesulitan persalinan dengan trauma infant

- Penyalahgunaan obat-obatan

- Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu

2. Status bayi saat lahir

- Prematuritas

- APGAR score yang rendah

- Asfiksia dengan rescucitasi

- Kelainan CNS atau kerusakan

- Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C

- Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal

3. Kardiovaskular

- Bradikardi

- Takikardi pada hipertermia

4. Gastrointestinal

- Asupan makanan yang buruk

- Vomiting atau distensi abdomen

- Kehilangan berat badan yang berarti

5. Integumen

- Cyanosis central atau pallor (hipotermia)

- Kulit kemerahan (hipertermia)

- Edema pada muka, bahu dan lengan

- Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)

- Perspiration (hipertermia)

6. Neorologic

- Tangisan yang lemah

- Penurunan reflek dan aktivitas

- Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan

7. Pulmonary

- Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler

- Retraksi dada

- Ekspirasi grunting

- Episode apnea atau takipnea (hipertermia)

8. Renal

- Oliguria

9. Study diagnostik

- Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin atau panas

- Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis

- Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri

- Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

- Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi


Hematologi Anak

Hematologi Anak


  1. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.

v Etiologi

1. asupan besi yang berkurang pada jenis makanan Fe non-heme, muntah berulang pada bayi, dan pemberian makanan tambahan yang tidak sempurna

2. malabsorpsi pada enteritis dan proses malnutrisi (PEM)

3. kehilangan/pengeluaran besi berlebihan pada pendarahan saluran cerna kronik, seperti pada divertikulum meckel, poliposis usus, alergi susu sapi dan infestasi cacing.

4. kebutuhan besi yang meningkat oleh karena pertumbuhan bayi yang cepat dan anak, infeksi akut berulang, dan infeksi menahun

5. Depo besi yang kurang seperti pada berat badan bayi lahir rendah, kembar.

v Faktor Predisposisi

1. status hematologi wanita hamil

2. Berat badan lahir rendah

3. partus, dimana terjadi kehamilan abnormal dan pengikatan tali pusat terlalu dini.

4. pemberian makanan yang tidak adekuat kerana ketidaktahuan ibu, prilaku pemberian makanan, keadaan sosial dan jenis makanan

5. Infeksi menahun dan infeksi akut berlangsung

v Manifestasi klinis

Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, mudah lelah, pucat, sakit kepala atau iritabel. Pucat terlihat pada mukosa bibir, faring, telapak tangan, dasar kuku dan konjuntiva. Papil lidah atrofil, jantung agak membesar. Tidak ada pembesaran limpa dan hati, serta tidak terdapat iastesis hemoragik.

v Diagnosis

Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi dari anenesis dan secara klinis didapatkan pucat tanpa organomegali, gambaran erotrosit mikrositik hipokron, SI rendah, dan IBC meningkat, tidak terdapat besi pada sumsum tulang, dan beraksi baik terhadap pengobatan dengan preparat besi.

v Penatalaksanaan

1. pengubatan kausal

2. makanan yang adekuat

3. pemberian preparat besi (sulfat ferosus) 3 x 10 mg/kbBB/hari. Agar penyerapannya di usus meningkat diberikan vitamin C, dan ada penembahan protein hewani. Diharapkan kenaikan Hb 1 g/dl setiap 1-2 minggu.

4. tranfusi darah diberikan bila Hb <5 g/dl dan disertai dengan keadaan umum buruk, prinsip pemberiannya makin rendah kadar Hb, makin sedikit, makin lambat, dan makin sering tranfusi darah yang diberikan.

  1. Anemia Aplastik

Merupakan keadaan yang disebabkan berkurangnya sel hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit bdan trombosit akibat berhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.

v Etiologi

1. Faktor kongenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal, dsb.

2. Faktor yang didapat : bahan kimia (benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb), obat, radiasi, faktor individu (alergi, obat,bahan kimia), infeksi (tuberkulosis milier, hepatitis, dll), keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin dan idiopatik.

v Manifestasi klinis

Pucat, lemah, pendarahan, demam, tanpa organomegali.

v Diagnosis

Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan sumsum tulang

v Diagnosis banding

Purpura trombositopenia idiopatik (PTI), autoimun trombositopenia purpura (ATP), leukemia akut aleukemik, leukemia stadium praleukemik.

v Penatalaksanaan

1. Tranfusi darah hanya diberikan bila diperlukan karena tranfusi darah yang terlampau sering dapat menekan sumsum tulang atau menyebabkan terjadinya reaksi hemolik.

2. Makanan : disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan makanan lunak.

3. pengobatan infeksi sekunder : anak dirawat diruang isolasi suci hama, pilih antibiotik yang tidak menekan sumsum tulang.

4. Istirahat : untuk mencegah pendarahan, terutama pada otak

5. menghindari bahan kimia yang diduga sebagai penyebab.

3. Leukimai Akut

Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuatan sel darah berupa proliferasi patologis sel hemupoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan danya infiltrasi ke jaraingan tubuh lain.

v Etiologi

Belum diketahui dengan jelas, diduga karena virus.

v Manifestasi klinis

Pucat (mendadak), panas, perdarahan (ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan gusi), hepatomegali, limfedenopati, sakit sendi, sakit tulang, splenumegali, lesi purpura, efusi pleura, kejang pada leukimia sebebral.

v Diagnosis banding

Purpura trombisitopenia Idiopatik (PTI) dan anemia aplistik

v Penatalaksanaan

Tujuan penhgobatan adalah membrantas/eradikasi sel-sel leukimia dengan obat anti leukimia. Prinsip sistem pengobatannya adalah melakukan induksi, konsolidasi, rumatan, dan reinduksi.

1. tranfusi darah diberikan bila Hb <6 g%. Trombosit diberi bila terjadi trombositopenia berat dan perdarahan masif.

2. Kortikosteroid

3. Sitostatik

4. Hindari infeksi sekunder, penderita diisolasi

5. Imunoterapi.

4. Talasemia

Talasemia merupakan penyakit enemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan menjadi telesemia alfa dan beta, dan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.

v Manifestasi klinis

Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit tidak ditangani maka tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pe,besaran jantung.

Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif.

v Pemeriksaan Penunjang

Anemia biasanya berat, dengan kadar Hb berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis dan hipokromia berat. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan HbH.

v Penatalaksanaan

a. Atasi anemia dengan tranfusi PRC (packed red cell). Tranfusi hanya diberikan bila saat diagnosa Hb <8 g/dl.

b. Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui tranfusi darah.

c. Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru pada talasemia mayor.

d. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberikan dalam dosis kecil (100-250 mg) pada saat dimulainya pemberian kelasi besi dan dihentikan pada saat pemberian kelasi selesai (pemberian vitamin C meningkatkkan efek desfererioksamin)

e. Diberikan asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasaien talasemia, khususnya pada yang jarang mendapat tranfusi darah.

f. Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ seperti jantung, paru, hati, endokrin termaksud kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata dan tulang.

B. Dermatologi

Permukaan kulit normal bereaksi asam (variasi anatar pH 4,5-6,5) dan pada lipatan kulit pH agak tinggi. Keasaman ini timbul karena bahan kimia tertentu dalam sabun, zat handuk dan keringat. Oleh karena itu dikatakan bahwa kulit mempunyai acid mantle. Keasaman ini yang menyebabkan permukaan kulit mempunyai sifat aseptik seperti pada lambung dan vagina. Daerah keasaman berkurang pada daerah intertriginosa (lipatan kulit) menyebabkan daerah tersebut lebih mudah dan sering diserang oleh kuman dan jamur.

Kulit anak teutama bayi berbeda dengan kulit orang dewasa. Anatomi kulit bayi lebih tipis, kornifikasi kurang nyata, rambutnya kurang. Kuantitas keringat dan sebum masih sedikit. Imunilogi kulit belum berkembang seperti orang dewasa. Lesi eksudatif pada anak lebih nyata, misalnya dermatitis atopik.

1. Dermatitis (Ekzema)

Dermatitis adalah kumpulan penyekit dengan tanda-tanda diatas yang diketahui sebabnya.

Ø Penyebab

a. Pada alas karet, plastik, gelang karet, kaos wol, sandal plastik dapat meyebabkan dermatitis kontak.

b. Iritasi kulit. Sari buah seperti air jeruk bahkan air ludah dan ingus yang berlebih dapat menimbulkan iritasi pada kulit bayi.

c. Sabun mandi

d. Perbedaan suhu yang besar

e. Pergesekan kuit karena merangkak diatas lantai atau karpet karena iritasi secara langsung.

f. Faktor makanan dan minuman (dermatitis allergica ab ingestis)

g. Penggunaan obat-obatan (dermatitis medikamentosa)

Ø Pengobatan

Diusahakan mencari dan menghilangkan penyebabnya.

g. Topikal

Diberikan obat yang disesuaikan dengan stadiumnya. Bila masih basah dengan erosi dan kusta, hendaknya diberi kompres, obat mandi dan rendam dengan larutan yang bersifat astringensia atau desinfeksi seperti laritan kalium permanganat 1/10.000, larutan asam tanat 1%, larutan asam borat 3& dan larutan salisilat 1/1.000,

Bila sudah mengering dapat dipakai bedak dengan atau tanpa antipruriginosa seperti R/ mentholi ¼ - ½ %

Bila sudah kering cukup diberikan krim atau salep dengan kortikosteroid topikal.

h. Sistemik

Untuk kasus yang berat dapat diberikan kortikosteroid atau rekalsitran. Pada penderita yang gelisah karena gatal dapat diberikan sedativa dan obat penenang. Antibiotik digunakan pada kasus yang disertai infeksi sekunder, untuk kasus yang sangat kronis, dapat diberikan vitamin A.

2. Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah dermatitis dengan gambaran klinis seperti ekzema, dengan perasaan gatal yang sangat mengganggu penderita dan disertai dengan stigmata atopik pada penderita sendiri atau dalam keluarganya.

Stigmata atopik adalah kecendrungan untuk timbulnya iritasi alergika, asam bronkiale, mudah mendapat urtikaria, kepekaan terhadap alergen oritein, rekasi abnormal terhadap perubahan iklim, dapat timbul White dermographisme dan pada anak mungkin tampak katarak juvenis. Pada kulit yang normal digores dengan benda tajam maka akan terjadi ”triple ressponse”; yaitu secara turut-menurut timbul:

a. Garis merah pada tempat yang digores selama 15 menit

b. Warna merah itu menjalar ke daerah sekitar garis itu selama beberapa detik

c. Edema timbul setelah beberapa menit.

Dimaksud deengan white dermagraphisme bila garis merah itu tidak disusul dengan warna kemerahan disekitar garis, melainkan kepucatan selama 2-5 menit. Edema juga tidak timbul.

Berdasarkkan lokalisasi, morfologi dan juga golongan umur, dermatitis atopik dapat dibagi 3 bentuk klinis, yaitu:

1. Bentuk infantil (2 bulan – 2 tahun)

Mula-mula terlihat aritema, papula miliaris, vesikel yang meliputi daerah yang terbatas tegas. Kelainan cepat menjadi aksudatif, arosit kemudian berkopeng. Sering disertai infeksi sekunder. Tempat prediksi ialah pipi (sering disebut melk eczema karena air susu), lipatan sikut dan lipat lutut, biasanya simetris.

2. Bentuk anak (4 – 10 tahun)

Kelainan kulit telah berubah bentuknya dan umumnya sudah tidak aksudatif lagi. Mulai terlihat likenifikasi dan hipopigmentasi dengan papula miliaris. Prediksi pada tengkuk, lipat siku dan lipat lutut.

3. Bentuk dewasa (13 – 30 tahun)

Kelainan kulit selalu sering dengan likenifikasi yang nyata. Predileksi sama dengan bentuk anak.

Ø Diagnosis banding

1. Dermatitis seborieka

2. Neurodermatitis sirkumskripta

3. Dermatitis atau ekzema.

Ø Pengobatan

Orang tua anak yang menderita penyakit ini wajib diyakinkan bahwa penyakit ini tidak berbahaya, ak menular, tetapi sering kambuh dan baru dapat diharapkan hilang kalau anaknya sudah berumur 2 tahun. Masih mungkin timbul lagi usia 4 – 10 tahun dan 13 – 30 tahun. Penjelasan jujur akan memeberikan ketenagan pada diri orang tua. Walaupun demikian dilakukan pengobatan

a. Topikal

Harus diberi kompres basah bila kelainannya arosif-eksudati dan banyak krusta. Bila sudah agak kering dapat digunakan preparat kortokosteroid yang kadang-kadang dicampur dengan vioform atau antibiotik topikal dalam krim. Salep itu hanya digunakan untuk lesi yang sudah kering benar. Pada kasus yang menahun seperti bentuk dewasa, disamping bahan-bahan tersebut diatas, dapat digunakan pula preparat

b. Sitemis

Hendaknya diberi obat sedativa dan penenang untuk menuragi rasa gatal dan gelisah. Sering diberikkan antihistaminnya yang menimbulkan rasa ngatuk seperti fenergan. Bila keadaan tidak berubah dan malah meluas, maka dapat diberikan kortikosteroid untuk pengobatan jangka panjang. Bila ada infeksi sekunder, hendaknya segera diatasi. Diusahakan diberikan makanan yang gizi yang baik dan hendaknya dihindarkan melarang pemberian sesuatu makanan tanpa dasar yang objektif.

Kenyataan yang tidak dapat dibantah ialah sekali penderita menjadi sembuh bila pindah ke tempat lain yang iklimnya berbeda.

3.Dermatitis Seboreika

v Dermatitis seboreika adallah suatu peradangan pada kulit yang biasanya mengenai daerah seborea dan disebabkan keaktifitasannya kelenjar sebaseus yang berlebihan lapisan kulit yang berlapis-lapis pada kepala bayi.

v Dermatitis Seboroika adalah golongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi bertempat pdileksi dite,pat seboroik.

Ø Etiologi

Belum diketahui pasti

Ø Faktor predisposisi

Status seboroik, infeksi pityrosporum ovele, kelelahan, stres emosi.

Ø Menifestasi klinis

a. Ringan (ketombe, dendruff) : lesi berupa eritema, skuama berminyak agak kekuningan, hanya mengenai kulit kepala berupa skuama halus dan kasar, dapat disertai eritema dan krusra tebal. Rambut pada daerah tersebut menpunyai kecendrungan rontok, mulai dibagian verteks dan frontal (alopesia seboroika)

b. Berat : terdapat bercak-bercak dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal, sering meluas kedahi. Glabela, telinga dan leher. Pada dahi batasnya sering cembung.

c. Lebih berat : seluruh kepala tertutup krusta kotor dan berbau tidak sedap pada bayi, skuama yang tidak kekuningan, dapat terjadi blefaritis (pinggir kelopak mata merah disertai skuama halus).

Ø Pengobatan

a. Ringan :

ü Dengan menggosok pelan-pelan kulit kepala dengan minyak sayur, cuci kepala dengan sampo dan kemudian lepaskan dengan menggunakan sisir bergigi halus.

ü Bila mengenai badan maka dapat mengunakan bedak kocok yang mengandung sulfur

b. Berat ;

ü Sistemik : diberikan kortikosteroid (prednisone 20-30 mg)

ü Topikal : pada pitiriasis sika dan aleosa 2-3 x/minggu kulit kepala dikeramasi selama 5-15 menit dengan selenium sulfida (seisun) dalam bentuk sampo/krim. Jika terdapat skuama dan krusta tebal lepaskan.

4. Urtikaria

Reaksi vaskuler terhadap berbagai jenis eritema, yaitu dengan cepat berubah menjadi urtika (lesi makuler yang sembab disertai rasa panas dan gatal).

Ø Noksa eksogen

1. Gigitan seranga

2. Inhalasi : parfum, bulu binatang

3. Fisis : suhu rendah (cold urticaria), suhu tinggi, sinar matahari, trauma tumpul (mengakibatkan terbentuknya asetilkolin)

Ø Nakso endogen

1. Alergi terhadap makanan, biasanya bahan makanan dari laut, kacang dan jamur.

2. Alergi terhadap obat, sering mengakibatkan urtikaria kronik

3. Ptomin yaitu sisa-sisa makanan tertentu

4. Toksin dalam darah.

5. Reaksi terhadap serum atau vaksin dan tranfusi darah.

6. Gangguan emosi.

Ø Tipe akut

Dapat berlangsung dalam 24 jam sampai 10 hari. Timbul secara mendadak dengan rasa gatal, iritasi akibat garukan menimbulkan kumpulan urtuku baru.

Ø Tipe menahun

Penderita hampir setiap hari atau secara tidak teratur selama waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun mengalamai urtikaria (rasa gatal sedikit sekali atau tidak ada). Termaksud dermografisme yaitu timbulnya urtikaria linier, ditempat yang digaruk dan dengan jelas dapat ditimbulkan bila punggung penderita digores dengan benda tumpul.

Selaput lendir dapat terlibat dalam penyakit ini, yaitu dapat terjadi edema lokalisata pada bibir, lidah, kelopak mata, genetalia. Paling berbahaya bila timbul edema glosit karena dapat mengakibatkan strangulasi dan untuk mengatasinya harus dilakukan trakeostomi.

Ø Pengobatan

1. Istirahat, bila erupsi luas sekali

2. Sedativa untuk menenangkan penderita

3. Diet eliminasi, bila diduga penyebabnya bahan makanan tertentu

4. Kalsium IV pada kasus kronik

5. Psikoterapi pada kasus selektif

6. Adrenalin digunakan bila terdapat bahaya edema glosit

7. Antihistamin untuk kasus akut.